Kamis, 17 November 2011

see, hear, feel, and die slowly


“Aku malam dan dia pelangi. Aku gelap, dia terang. Aku dingin, dia hangat. Aku terlena, dia mempesona. Aku diam, dia bisu.
Aku tanda tanya, dia jawabnya.”
Aku adalah malam
Dalam gelap aku ada, dalam gelap aku tampak,
Dan jadilah kau Pelangi. karena gelap kau ada,
Karena gelap kau indah
Aku hanyalah malam dan engkau hanyalah pelangi
Saat gelap kita berbagi
Saat gelap kita abadi

64 ? ya sudah 64 hari. Apa yang kurindukan saat ini? Menangis di sudut bibirmu. Lalu, membiarkan diriku meratapi kebahagiaan yang hanya kau rasa, saat atau tidak bersamamu lagi. Hari ini, detik ini, dan mungkin sampai nanti. Sejauh kakiku melangkah, tak surut jejakku menanti sang Penyatuan perasaan dari keterpisahan jarak juga kenyataan itu datang padaku. Aku hanya bisa memerdekakan diriku sejenak, lalu kembali bertekuk lutut di hatimu, lagi, dan lagi, satu-satunya. Entah dimana, dan kapan masanya. Hanya itu, kuasaku sepertinya.

Dia. Sebut saja dia Pelangi. Beraneka warna, dingin, dan amat mempesona. Aku mencintainya lebih dari cinta Romeo yang menjadikannya tersakiti lalu mati. Aku menggilainya lebih dari gilanya pasien rumah sakit jiwa yang dirantai dan didera. Ini memang gila, ini memang di luar logika, tapi aku suka.

Pelangi, Sudah lama aku sangat menyayangi dan mencintaimu. Entah karena apa, itu pun belum bisa terjawab oleh ku. Yang kurasakan dari dulu hingga sekarang ini hanya berdasarkan dari hati ku saja. Aku tak mengerti mengapa ini bisa terjadi padaku. Aku merasa seperti seseorang yang sedang berjalan sendiri menuju tempat yang ku tak tahu dimana tempat itu berada. Bodoh memang, tapi itu yang kurasa.

Dengarlah wahai Pelangi, walaupun berkali-kali kamu mencoba untuk mematikan apa yang kurasa. Perasaan ini semakin bergejolak untuk tetap berdiri kukuh dan berpegang pada keyakinan diri ini. Entah dimana, entah kapan masanya, cinta itu memanggilku lagi? Jika itu yang terjadi, semoga kamu lah tujuanku berlari untuk yang terakhir dalam hidupku.

Harapanku padamu sangatlah begitu besar wahai Pelangi.

Jika aku boleh memilih, aku membutuhkan rindu sebagai kata-kata yang ingin kudengar dari bibirmu, setiap hari. Seperti malam yang terlukiskan bintang. Seperti mimpiku yang selalu ku hias dengan warnamu, warna Pelangi.

Ini tulisanku yang pertama untuk-Mu Tuhan. Terimakasih Tuhan Engkau telah menciptakan Pelangi, sesosok makhluk yang terindah yang sempat mengindahkan hari-hariku. Terimakasih Tuhan Engkau telah memberikanku kesempatan untuk bertatap muka dan berbincang kata dengan Pelangi. Terimakasih Tuhan atas umur dan waktu yang Pelangi berikan padaku, walau sebentar tapi sangatlah lama kurasa. Kini, aku bisa melihat pesona keindahannya, mendengar suara merdunya, dan merasakan peluk dingin dan hangatnya Pelangi, di dalam bayangan dan ingatanku.

Dan, Pelangi. Bagaimana dengan dia? Aku bisa terus memperhatikannya dari sini, dari tempat yang sangat ku suka. Karena sejujurnya, aku tak berhenti mencintainya, aku hanya berhenti menunjukkannya.


Pelangi
Walau aku dan kamu tak bisa saling bersentuhan,
tapi aku masih bisa mencintaimu dari sini, masih bisa melihat pesona keindahanmu,
masih bisa mendengar suara merdumu, dan masih bisa merasakan peluk dingin dan hangatmu, dengan jarak dan tempat yang mungkin tak kau ketahui.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan beri komentar di kolom ini...